Raden Abimanyu, Raden Angkawijaya, adalah putra Raden Arjuna dari perkawinannya dengan Dewi Wara Sembadra. Istrinya yang pertama Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna dari kerajaan Dwarawati, tidak berputra. Istrinya yang kedua, Dewi Utari, putri Prabu Matswapati dari kerajaan Wiratha, berputra Prabu Parikesit, keturunan Pandawa penghabisan di zaman purwa. Sebagai ksatria agung, Raden Angkawijaya bertempat tinggal di kasatrian Plangkawati. Abimanyu sangat sayang kepada kakaknya, Raden Gatotkaca putra Raden Bima. Kedua ksatria ini senantiasa bantu-membantu di dalam perang.
Di dalam perang Baratayuda Jayabinangun, pada hari kesebelas, Raden Angkawijaya diangkat sebagai senopati utama dengan tujuan untuk melindungi Prabu Puntadewa dari kerajaan Amarta, yang sedang diincar oleh senopati utama Kurawa yaitu Begawan Durna dari pertapan Sokalima. Siasat Begawan Durna berhasil membuat Raden Abimanyu terperangkap dalam formasi Cakra Byuha. Setelah Raden Abimanyu terjebak dalam formasi Cakra Byuha, dia kemudian dihujani anak panah (diranjap) dari segala penjuru. Hal ini merupakan penepatan sumpahnya kepada Dewi Utari, saat mereka berdua akan menikah. Dewi Utari bertanya kepada Raden Abimanyu, "Raden, jujurlah kepadaku. Apakah engkau masih jejaka (belum menikah)?" Raden Abimanyu menjawab, "Sungguh Dewi, aku masih jejaka. Jikalau memang aku tidak jejaka, aku berani bersumpah Dewi. Aku bersumpah, besok matiku akan diranjap oleh pihak musuh dari segala penjuru." Karena inilah, pada Weda Jitabsara (kitab yang berisi babak-babak selama 18 hari, perang suci Baratayuda Jayabinangun) disebut babak ranjapan. Walau sudah sekarat, Raden Angkawijaya masih sanggup membunuh putra Prabu Duryudana, Raden Lesmana Mandrakumara. Raden Abimanyu terkenal gugurnya karena dihancurkan tubuhnya oleh Raden Jayadrata dari kerajaan Bonakeling dengan senjata bindi. Gugurlah ksatria Plangkawati, Raden Abimanyu.
0 komentar:
Posting Komentar